Minggu, 17 Oktober 2010

Pembuatan Lift Peraga Sederana

Alat dan Bahan:
Katrol Kecil(harga Rp2.500)







Katrol Besar(harga Rp5.000)


Papan(23X23cm)

Pipa(37cm)

Kotak Kecil(tuperware)

Kawat

Benang


2 Papan Triplek(36X12cm)

Besi Penyagga
Paku Kecil
2 Batang Kayu






Cara Membuat:
Siapkan alat-alat
Lubangi papan untuk menancapkan tiang dan besi penyangga
Masukan tiang dan besi penyangga ke dalam lubang pada papan
Letakan katrol besar pada papan dengan menggnunakan obeng
masukan katrol kecil kelubang pipa(tiang) diatasnya,kuatkan dengan menggunakan mur/paku kecil
Kaitkan dan lilitkan benang pada katrol besar kemudian kaitkan pada katrol kecil
Sediakan kotak,kemudian lubangi dibagian punggung dan atasnya ,masukan kawat kepunggung kotak dan mur/paku diatasnya.
Kawat yang telah terpasang dililitkan padatiang dan besi penyangga dan lilitkan juga kawat diatas tiang(pipa) pada besi penyangga
Pasang kedua papan triplek pada kedua sisi dari papan utama dengan menggunakan pakau
Pasang kayu batang ditengah kedua papan triplek untuk ilustrasi lantai dua

Cara Kerja:
Putar Katrol Besar untuk menaikan lift dan lepaskan katrol untuk menurunkan Lift

Minggu, 26 September 2010

short story by me

Don’t Bother Me!!!
“Krrriiiiiiiiing!Krriiiiiiing!” suara alarm mulai mengeluarkan jeritannya membuat Vita terbangun dari bunga tidur yang terlalu mengada-ada bertemu Ayah yang telah lama meninggalkannya dengan seorang wanita berparas cantik begitu ibu menceritakannya.
Sepuluh menit sudah ia terdiam di atas kasur empuk,menikmati sinar mentari yang menusuk tubuhnya, hangat... Terdengar panggilan ibu yang telah melahirkannya untuk segera beranjak dari tempat tidur.
“Iya, Mah... Vita udah bangun!” jawab Vita
“Lama sekali kamu,ayo cepat makan.. mamah udah selesai nih! Sekarang mamah mau berangkat kerja nyari uang buat sekolah kamu.”
Selalu saja Vita mendengar ocehan itu dari mulut ibunya yang selalu Vita hiraukan. Sosok ibunya pun segera hilang dari balik pintu rumah yang mewah hasil jerih payahnya.
Pergi kulaih itulah pekerjaan sehari-hari Vita yang membuatnya pergi ke luar rumah, megendarai mersi yang elegan. Didalamnya terdapat tape yang tek pernah seklipun ia pakai.
Halaman kampuspun telah Vita injak,ia selalu bertingkah tak peduli terhadap anak-anak perempuan disekelilingnya yang berpakaian glamor atau anak laki-laki yang bertampang sok keren. Vita berjalan sendirian ditemani headset yang dipasang di ke dua kupingnya tanpa musik apapun. Baginya headset adalah perantara untuk mengganjal kuping agar ia tidak mendengar ocehan apapun.



LIBRARY
ruang dimana Vita asyik membaca buku tanpa ada yang mengganggunya. Ruang inilah yang selalu ia kunjungi selain kelas dan ruang dosen yang harus ia kunjungi setiap harinya.

“Hai! lagi ngapain loe nangkring di sini sendirian aja?” Seru Veyzi pada sahabat karibnya, Dudi.
“Ini lagi cuci mata!” jawab Dudi.
“Bukannya loe udah punya pacar!?” tanya Veyzi heran.
“Gue nyariin buat loe!! Habis loe jomblo terus sich, gak asyik banget.”
“Buat loe gak asyik, buat gue... gue gak sekedar jojoba tapi jojobatif!”
“Apaan tuh?”
“Jomblo-Jomblo Bahagia Kreatif!!”
“Kreatif apanya?”
“Walaupun gue jomblo, gue masih bisa berfikir kreatif untuk ngasih kasih sayang buat cewek-cewek yang gue sayangi tapi bukan buat dijadiin pacar dan dipermainin.”
“Hah terserah loe!!! kalo loe kreatif tunjukin donk!”
“Ok, gue akan ngasih kasih sayang ke cewek cantik yang lagi baca buku itu!”
“Silahkan kalo bisa, itukan si Vita cewek jutek yang gak mau kenal sama siapa pun.”
“Nah justru itu, gue akan berusaha buat dia gak jutek lagi.”
Setelah kepercayaan diri Veyzi mebludak ia pun segera menghampiri Vita yang sedang asyik duduk sendirian membaca buka.
“Hai!” sapaan Veyzi dihiraukannya, seolah-olah tak ada seorangpun yang menghampirinya.
Dilihat Veyzi sebuah headset terganjal diteliga wanita cantik yang sedang asyik membaca buku yang berjudul ‘Is Life Important?’. Dipikirnya mugkin setelah beberapa saat Vita akan menyadari keberadaannya. Beberapa menit menunggu, Veyzi hanya melihat mata Vita yang indah mondar-mandir membaca baris-baris kata dengan cepat. Inilah yang ditunggu-tunggu Veyzi, Vita menutup lembaran terakhir dari buku amat tebal yang digenggam ditagannya. Diambang mulut Veyzi, telah terdapat kata ‘Hai’ yang lembut untuk wanita yang dari tadi ia tunggu, tapi kata itu telah kembali masuk tergelincil ke dalam kerongkongannya sampai ia tersendak, Vita malah berjalan lurus menghampiri mobilnya tanpa menengok ke kiri dan ke kanan, ia pun segera hilang ditikungan jalan menuju rumahnya.

‘Brug’... Suara badan Vita terlempar di atas kasur empuk. Seperti biasa yang dilakukan Vita hanyalah melamun dan sesekali membaca buku yang sangat tebal. Tiba-tiba ... handphone Vita berdering, pasti dari mamah pikir Vita., tapi di layar handphone hanya tertera nomor-nomor bukan tulisan ‘mamah’ yang sama sekali asing di matanya.
“Hallo. Siapa?” tanya Vita datar.
“Hallo!Vita...” Terdengar suara laki-laki yang meneleponnya. Dengan capat ia pikir itu ayah.
“Ayah!! ayah dimana?” tanya Vita jadi ambisius.
“Eeee.. maaf Vit, ini aku Veyzi.”
Mendengar bukan ayah yang ia ajak bicara melainkan Veyzi, Vita langsung menutup pembicaraannya, kemudian ia pun menagis di sudut kamar sendirian.

“Hei! Vita!” sapa Veyzi menghampiri Vita yang baru menginjakan kakinya di kampus. Seperti biasa, Vita tak memperdulikannya.
“Kemarin gue nelepon, kenapa langsung loe tutup?” Vita masih tak memperdulikannya.
“Kalo loe kaget yang nelepon loe itu bukan bokap loe.... gue minta maaf.”
“Jangan ganggu gue!!” jawab Vita tanpa menatap Veyzi sambil berjalan pergi meninggalkannya. Veyzi pun heran kenapa wanita itu sangat susah untuk diajak bicara.

Veyzi lebih penasaran pada Vita, apa yang membuatnya begitu pendiam dan tertutup. Veyzi merasa bahwa harus ada yang menjadi temannya yang sedia memberikan kebahagian padanya dan rasa terbuka. Veyzi yakin itu. Akhirnya ia memberanikan diri untuk menemui Vita ke rumahnya.
Dari kejauhan lima belas meter, Veyzi melihat keributan di rumah Vita.Vita terlihat menangis di ambang pagar rumahnya. Seorang lelaki terlihat diusir dan dibentak-bentakoleh nyonya rumah. Setelah beberapa saat lelaki itu pergi Vita berlari berlawanan arah dengan lelaki itu.Tanpa berpikir lagi apa yang sebenarnya terjadi, Veyzi berlari menyusul Vita.
Dilihatnya, Vita sedang duduk di taman belakang kompleks rumah.
“Hai Vit! gue kemari bukan buat ganggu loe. Gue kesini mau tau keadaan loe..... Hmm.. Sorry tadi gue liat situasi yang terjadi di rumah loe. Terserah loe mau cerita atau gak ke gue, yang pasti gue mau bantu loe..”
Vita hanya terdiam dengan wajahnya yang sayu. Veyzi melihat walkmen ditangan Vita, dan melihat isi dari walkmen itu ternyata kosong tak ada satu musikpun yang ia masukan. Selama ini headset yang selalu ia pakai ternyata cuma pajangan agar tak seorangpun bicara padanya,padahal ia mendengar apapun yang orang lain katakan begitu pula kata-kata Veyzi tempo lalu. Lalu Veyzi pun memasukan satu buah lagu dan menyodorkan headset pada Vita untuk ia dan Vita dengarkan. Vitapun tersenyum mendengar lagu yang berjudul ‘Love Is On It’s Way’ dari suara Joe dan Nick yang diiringi oleh suara gitar dari Kevin.
“Kamu suka lagunya?” tanya Veyzi yang dijawab oleh anggukan Vita.

Semakin hari, Veyzi berusaha untuk menjadi seorang yang berarti untuk Vita. Dan semakin hari juga Vita lebih terbuka padanya.
“Vit, sebenarnya laki-laki yang ibu loe usir tempo lalu itu siapa?” tanya Veyzi hati-hati.
“Ehmm itu ayaku. Dia udah pergi sejak gue SMP. Yang gue tahu penyebanya hanya dia pergi dengan wanita lain dari ibuku. Memang itu ironis, tapi tetep aja gue pengen ketemu sama dia dan pengen tahu apa alasannya dia niggalin gue.... mungkin semua orang udah tahu kenapa seorang cowok tega ninggalin cewek yang pernah dia cintai... tapi gue tetep aja,, gue harus tahu dari mulutnya sendiri.” terang Vita panjang lebar.
“Terus yang mau loe lakuin sekarang apa?”
“Dari dulu gue udah nyari alamat ayah tinggal, tapi gak ketemu... Waktu dia dateng ke rumah, gue boro-boro nanya soal itu keburu ibu gue ngamuk duluan.”
“Kalo sekarang kita nyari gimana? gue bantu!” ajak Veyzi semangat.
“Makasih ya Zi.”

Alamat demi alamat mereka berdua cari, semua yang berhubungan dengan ayahnya mereka kumpulkan. Akhirnya merekapun menemukan rumah yang mungil tapi asri yang kata orang disekelilingnya itu memang benar rumah yang mereka cari seharian. Dengan hati yang tak mementu, Vita mengetuk pintu kayu rumah tersebut. Terlihat seorang laki-laki yang tak asing lagi baginya. Kerinduan yang mendalam pada laki-laki itu sepotan membuat ia memeluk anak gadisnya. Beberapa saat kemudian seorang wanita diatas sebuah kursi roda menghampiri mereka bertiga. Tersirat di benak hati Vita apakah ayah tega meninggalkannya demi seorang wanita yang sakit dan usianya terpaut jauh diatas umur ayah sendiri? Kejadian itu membuat Vita bingung, ayah tidak seperti ayah hidung belang yang sering ibu sebut, pergi dengan wanita seksi dan lebih muda dari istri pertamanya. Kata pertama pun datang dari mulut ayahnya.
“Vita ini istri ayah..” dengan suara yang parau. Vita hanya melirik wanita itu.
“Nak Vita ya!” sapa wanita tersebut. “Maafkan ibu ya..”
“Yah! kenapa ayah tega ninggalin aku dan mamah?” tanya Vita geram. Dari ekspresinya, Ayah sudah tahu pertanyaan itu yang akan putrinya keluarkan.
“Vit... Ayah memilih ini karena ayah kasihan melihat wanita ini sakit sendirian.. Awalnya ayah meminta ibu kamu untuk menjaganya dan tinggal serumah dengan kita tanpa ayah menikah dengannya. Tapi ibu kamu menolak, menurut ayah ibu kamu itu egois tidak mau menerima ataupun menolong orang lain... Setelah ayah keluar dari rumah, ayah memutuskan tinggal bersamanya dan menikah dengannya... Kau tahu kan apa hukumannya apabila seorang wanita dan pria tinggal serumah tanpa ada ikatan apa-apa akan jadi seperti apa?” jelas Ayah pada Vita.
Vita hanya terdiam mendengar perkataan ayahnya yang panjang lebar itu. Telah lama Ayah meninggalkannya pergi, tidak mungkin dia menyuruh ayah untuk kembali hidup bersama di rumah yang dulu.
“Apakah Ayah punya seorang anak?” celetuk Vita tiba-tiba.
“Tidak Vita...” jawab wanita yang dari tadi hanya diam mendengar suaminya bicara.
“Yah... Vita bolehkan main kesini lagi?” tanya Vita pelan.
“Tentu, rumah inikan rumah kamu juga karena aku ini ayahmu Vit.... Emmm, laki-laki ini siapa Vit, dari tadi kamu belum memperkenalkannya pada ayah?”
“Kenalkan Om, saya Veyzi teman kampusnya Vita.”
Setelah pembicaraan itu selesai, Vita dan Veyzipun meninggalkan rumah itu dengan hati yang bahagia, terutama Vita yang telah melepaskan kerinduannya dan telah mengetahui segala yang terjadi dari mulut ayahnya sendiri.

Waktu demi waktu Veyzi makin berusaha untuk jadi yang lebih berarti untuk Vita, Veyzi telah merasaka sesuatu yang lebih dari sekedar persahabatan. Apakah ini waktunya untuk mengakhiri sebutan JoJoBaTif alias Jomblo-Jomblo Bahagia Kreatif?
Vita! aku mau ketemu kamu di halaman belakang kompleks rumah kamu ya..!
Begitulah SMS yang tersurat dari Veyzi.
“Akhirnya loe dateng juga, kirain loe gak bakalan dateng...” sahut Veyzi menyambut kedatangan Vita.
“Memang ada apa sih? smsnya kayaknya penting.”
“Kamu inget lagu ‘Love is On It’s Way’?”
“Ya.. kenapa?”
“Ternyata gue udah nemuin cinta gue dimana...”
“Oh.. terus loe udah nyatain perasaan ke cewe itu?”
“Loe tahu Vit, cinta gue ada di loe..”
“Gue? Hmmm.... Gue.....maafin gue ya Zi... gue mau ngerasain dulu gimana rasanya punya sahabat itu, dan arti sahabat itu cuma ada di loe... loe mau kan jadi sahabat gue?”
“Tentu, kita udah sahabatan koq dari sejak ketemu.... Tapi Vita gue akan tetep cinta sama loe.”
“Ya boleh.”